“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” - Ir.Soekarno

Selamat Datang di Blog Resmi Arif Rahman Maladi.

Bersama berbagi untuk generasi.

Senin, 10 Juni 2013

“MENIMBANG PELUANG SUFI PASCA PERSIDANGAN MK”

Arif Maladi

“Nemo ex alterius facto praegravari debet”.
Seseorang tidak boleh menanggung beban kerugian atas kesalahan orang lain.

Oleh : Arif Rahman Maladi, S.H.LL.M
Ketua Tim Detasemen Khusus Alkhaer

      Sengketa Perselisihan hasil pemilukada adalah sebuah fenomena yang wajar dalam sebuah proses demokrasi pasca reformasi 1998. Pada hakikatnya, penyelesaian sengketa pemilukada adalah upaya hukum terakhir yang diberikan negara kepada warga negaranya bilamana tidak puas menerima hasil pemilukada. Jaminan perlindungan ini adalah salah satu bentuk hak asasi yang dijamin oleh konstitusi UUD NRI 1945.
      Jika diperhatikan dari proses jalannya persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) Terkait dengan gugatan yang diajukan oleh Tim advoksi SUFI yang menolak hasil rekapitulasi KPUD Kabupaten Lombok Timur yang menetapkan Alkhaer sebagai calon bupati dan wakil bupati lombok Timur, saya melihat peluang SUFI untuk bisa memenangkan gugatan sangat jauh dari harapan. Ada 2 poin penting pendekatan yang saya gunakan yang perlu kita perhatikan dalam melihat melihat peluang tersebut. Pertama dari obyek sengketa dan perluasan obyek sengketa yang meliputi pelanggaran-pelanggaran yang diindikasikan mempengaruhi hasil penghitungan suara. 

1. Sengketa Pemilukada adalah sengketa perselisihan hasil penghitungan suara.

       Pada dasarnya yang menjadi obyek perselisihan dalam sengketa pemilukada berdasarkan amanah UUD 1945 dan UU 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah konstitusi yang peraturan tekhnisnya diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No.15 Tahun 2008. Objek perselisihan Pemilukada adalah hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon (KPUD) yang mempengaruhi: (a). penentuan Pasangan Calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pemilukada; (b) terpilihnya Pasangan Calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah.
            Dalam proses pembuktian, pihak pemohon diharapkan mampu menunjukan alat bukti pembanding yang jelas untuk menunjukan telah terjadinya kesalahan ataupun pelanggaran dalam proses penghitungan suara yang dilakukan termohon (KPUD), sehingga telah terjadi perbedaan hasil penghitungan suara yang ditetapkan KPUD dengan hasil penghitungan suara dari pemohon. Seperti dalam kasus Pilkada Kota Palembang beberapa waktu lalu, dimana pemohon berhasil menunjukan telah terjadi manipulasi data yang dilakukan oleh KPUD dari tingkat TPS hingga tingkat Kecamatan, yang menyebabkan pemohon kehilangan suara. Dalam proses pembuktiannya selama persidangan, pemohon dapat menunjukan hasil rekapitulasi pemohon yang didasarkan dari hasil penghitungan yang bersumber dari form C1 KWK yang dijadikan sebagai dasar perhitungan pemohon, Sehingga setelah MK melakukan pemeriksaan selama proses persidangan, dan mengcrosscek dengan seksama kebenaran data yang dijadikan dasar penghitungan suara oleh pemohon, MK kemudian memberikan penetapan penghitungan suara yang benar yakni sesuai dengan hasil penghitungan pemohon.
   
         Berbeda dengan kasus di Kabupaten lombok Timur, baik selama dipersidangan di MK, tim advokasi SUFI tidak mampu menunjukan alat bukti pembanding hasil penghitungan suara yang dijadikan sebagai obyek perselisihan. Tim SUFI terkesan memaksakan gugatan dengan menggunakan alat bukti seadanya dengan membuat konstruksi seolah-olah tidak memiliki alat pembanding penghitungan suara yang bersumber dari form C1 KWK_KPU dan menekankan kepada terjadinya pelanggaran yang Terstruktur, Sistematis,  Masif (TSM).
      Anehnya, dalam materi gugatan pun, tidak dicantumkan hasil penghitungan suara menurut versi TIM SUFI.  Kesaksian yang ada selama persidangan juga tidak pernah ada yang menunjukan telah terjadi kesalahan penghitungan suara atau perubahan hasil penghitungan suara yang signifikan berpengaruh terhadap hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPUD dengan hasil penghitungan suara versi TIM SUFI.  Bahkan, saksi di Kecamatan Masbagik misalnya, mengaku tidak memiliki catatan mengenai hasil perolehan suara di kecamatan Masbagik. Bagaimana mungkin bisa, Saksi Tim pasangan calon yang walaupun pada saat itu tidak mendapatkan form rekapitulasi di kecamatan, tidak juga mencatat hasil penghitungan secara manual.
            Jika kita merujuk pada keterangan saksi Termohon (KPUD) pada sidang pembuktian ke III di MK, yang kedudukan sebagai saksi SUFI di TPS, jelas menerangkan bahwa sebenarnya semua saksi diberikan C1 KWK_KPU, karena kami diinstruksikan oleh semua kordes untuk melaporkan C1 KWK setelah proses penghitungan selesai. Dan setelah selesai penghitungan suara honor kami dibayar. (lihat Risalah Sidang III). Kesaksian ini dikuatkan setelah hakim MK mengkonfrontir keterangan saksi SUFI yang mengaku tidak mendapat form rekap pleno PPS dengan anggota PPS, setelah dikonfontir akhirnya saksi SUFI mengakui tanda tangannya mengenai tanda terima hasil pleno dan form secara keseluruhan, yang akhirnya hakim meminta saksi SUFI dikeluarkan (lihat risalah sidang II MK) Keterangan saksi ini menunjukan bahwa patut diduga, keterangan para saksi SUFI ini benar2 dipaksakan.  
            Selain itu dalam materi gugatan, pada dasarnya tim SUFI terkesan hanya ingin membatalkan Keputusan Pleno KPUD, tanpa ada petitum untuk meminta menetapkan hasil penghitungan suara berdasarkan hasil penghitungan yang benar menurut “versi” TIM SUFI, melainkan langsung meminta MK untuk dilakukan proses pemungutan suara ulang di 18 kecamatan. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa tim SUFI sengaja mengaburkan fakta mengenai hasil penghitungan perolehan suara yang ada, dengan alasan tidak memiliki data pembanding yang bersumber dari form C1 KWK-KPU. Sehingga dasar meminta pemungutan suara ulang di 18 Kecamatan ini kurang memiliki landasan yang mendasar untuk dikabulkan.
            Dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi pada dasarnya setiap pemohon biasanya wajib menyertakan hasil Penghitungan versi Pemohon, yang dapat dijadikan data pembanding dalam proses pembuktian di persidangan.  Dari pembuktian dalam poin pertama ini, Tim Advokasi tidak cerdas melakukan upaya hukum dan terkesan memaksakan adanya sengketa gugatan dan mencari kesalahan untuk bisa diadakan pemungutan suara ulang. Untuk itu, kami beranggapan bahwa TIM SUFI jika benar tidak memiliki data pembanding, maka jelas tim SUFI tidak siap mengikuti Pemilukada Lombok Timur Tahun ini. Sehingga kesalahan ini murni dari tim SUFI sendiri, tidak seharusnya kemudian menyalahkan KPUD selaku pihak penyelenggara pemilu.

2. Pelanggaran TSM (Terstrukur, Sistematis dan Masif ) Perlu pembuktian yang akurat
            Sebagai seorang yang pernah meneliti Kasus Sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat di Propinsi Kalimantan Tengah, saya tentunya ingin menggunakan metode perbandingan dengan kasus yang terjadi di Kabupaten Lombok Timur. Perlu dipahami bahwa perluasan kewenangan MK yang mengadili obyek perkara diluar hasil perhitungan suara didasarkan atas Yurisprudensi Putusan MK No. 45/PHPU.D-VIII/2010 tentang Sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat. Pada saat itu MK memenangkan pihak yang kalah yang terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif atau yang biasa yang kita kenal dengan pelanggaran TSM.

Perluasan kewenangan MK ini ditafsirkan oleh MK semata-mata dalam rangka untuk melindungi hak kontitusional warga negara. Dalam amar putusannya Hakim menjelaskan bahwa keadilan bukanlah hasil akhir dari proses awal jika sejak semula mengabaikan proses yang semestinya. Hasil akhir dari proses yang tidak adil bukanlah keadilan yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan prinsip keadilan umum (general justice principle). Dan pada akhirnya Mahkamah Konstitusi dalam hal ini terbuka menilai bobot pelanggaran dalam keseluruhan tahapan proses Pemilukada.

Dari penjelasan tersebut, Tim Advokasi terlihat mencari celah agar gugatan dapat diterima oleh hakim, yakni dengan berusaha menarik konstruksi hukum bahwa proses jalannya pemilukada di Lombok Timur telah mengabaikan prinsip dan asas-asas penyelenggaraan Pemilu. Hal ini dikarenakan karena pasangan Alkhaer dinilai telah melakukan melakukan permufakatan jahat dengan KPUD dan melakukan pelanggaran yang bersifat TSM.

Pembuktian pelanggaran TSM diperlukan pembuktian yang berkualitas. Artinya, sebanyak apapun saksi yang dihadirkan (secara kuantitas) namun tidak mampu menunjukan terjadinya pelanggaran bersifat TSM yang berpengaruh signifikan terhadap hasil penghitungan suara tentunya tidak akan masuk dalam pertimbangan hakim dalam memutus perkara. Jika kita perhatikan dalam Rekapitulasi Perkara di MK di 2013dari 62 Gugatan Pemilukada yang diajukan hanya 4 yang dikabulkan permohonannya untuk sebagian, sedangkan sisanya ditolak, tidak diterima, digugurkan, atau ditarik kembali. Artinya 93,5 % persen  gugatan yang tidak diterima (ditolak, gugur atau ditarik kembali). Atau bila kita mengacu sejak putusan 2010, berdasarkan data resmi dari MK dari tahun2011-2013 gugatan yang masuk berjumlah 297 gugatan, 90,6 % gugatan tidak dtiterima.

Keseluruhan gugatan di MK  selama ini  jika kita perhartikan bersama hampir keseluruhannya membuat konstruksi hukum yang sama yakni dengan membuat permohonan pembatakan keputusan Termohon (KPUD) dengan tuduhan telah terjadi indikasi pelanggaran yang TSM. Tetapi  rupanya MK telah paham dengan segala bentuk rangkaian kejadian khusunya dalam upaya pembuktian yang dilakukan oleh pemohon selaku pihak yang kalah. Jika kita berpatokan pada hasil 4 sidang selama proses pemeriksaan perkara di MK. 
Analisis kami selaku pihak terkait, menyimpulkan bahwa pelanggaran-pelanggaran yang diajukan oleh SUFI selama proses persidangan belum memberikan gambaran sesuai dengan kreteria tersuktur, sistematis dan massif. Hal ini dapat kita lihat dari pelanggaran-palanggaran yang dijadikan sebagai alat bukti sifatnya masih boleh dibilang personal dan lokal.

Saya akan mencoba menguraikan beberapa contoh pelanggaran yang bersifat TSM sebagai berikut:
1. Dalam Yurisprudensi Putusan MK dalam kasus sengketa pemilukada Kotawaringin barat, pelanggaran bersifat sistematis itu kriterianya dapat ditemukan atau dibuktikan adanya upaya yang strategi sistemik dari aktor-aktor tim sukses dilapangan. Dalam persidangan saat itu terungkap dalam buku  yang berjudul “Bagaimana memenangkan Pasangan ‘SUGESTI”, dimana dalam buku tersebut pada intinya mengemukakan, ada beberapa prinsip utama yang harus dipenuhi oleh team pemenangan di dalam melakukan pertempuran gerilya ini: perencanaan matang, sasaran yang jelas, siapa yang akan dibidik (terutama melakukan money politic), menyerang diam-diam tanpa terlihat lawan dan SDM yang handal, bahwa yang paling efektif dan sangat mungkin digunakan ialah pertempuran gerilya dan pertempuran  melambung dengan membentuk pleton-pleton (sukarelawan) pada setiap RT yang bertugas mendata pemilih serta menyampaikan isu, propaganda juga membagikan merchandise atau uang.  Sebagai pelaksanaan dari strategi tersebut Tim Sukses Pasangan Calon H. Sugianto-H. Eko Somarno, SH., telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor KEP-01/TIM KAM/KOBAR/III/2010, tanggal 10 Maret 2010 tentang Penetapan Tim Relawan Kampanye Pemenangan Pasangan Calon Bupati dan Calon Bupati H. Sugianto-H. Eko Somarno SH., sebanyak 78.238 orang atau 62,09% dari pemilih yang menggunakan hak pilihnya, di seluruh kecamatan (total 6 kecamatan). dalam sengketa pemilukada Kotawaringin Barat dapat juga dibuktikan keterlibatan secara terstrukur anggota KPPS, PPS,PPK diseluruh kecamatan masuk dalam daftar nama relawan tim sukses pemenangan yang menerima uang dari pasangan calon yang menang. Selain itu, pihak pemohon mampu menunjukan bukti yang memperkuat kesaksian, karena selama proses ditemukannya pelannggaran dilengkapi dengan bukti laporan resmi kepada panwaslap hingga pada tingkat Panwaslu. Kumulasi pelanggaran secara keseluruhan dapat dibuktikan pemohon diseluruh kecamatan dengan jumlah yang signifikan sangat mempengaruhi hasil perolehan suara pasangan calon.

            Hal ini tentunya sangat jauh berbeda dengan kasus di kabupaten lombok timur, pelanggaran yang diajukan oleh tim SUFI tidak mengambarkan adanya upaya pelanggaran sistematis, terstrukur dan masif baik dari aktor tim pemenangan maupun dari termohon (KPUD). Sebagai contoh misalnya, politik uang yang dituduhkan pihak SUFI. Para saksi yang selama ini mengaku menerima uang (money politic) hanya bersifat parsial/ personal bukan masif, jika kita lihat dari sidang awal hingga akhir (sidang I-IV), para saksi yang mengaku menerima uang ini juga mengaku tidak diintimidasi atau dipaksa memilih pasangan no.1 (alkhaer) melainkan hanya dipesan untuk mengingat pasangan nomor 1 (satu) waktu pencoblosan, artinya tidak ada keharusan/perjanjian yang memaksa saksi untuk memilih nomor 1 (satu) dengan menerima imbalan uang tersebut, walaupun dalam penafsiran saksi, mereka menafsirkan bahwa pemberian itu untuk menyuruh mencoblos nomor 1.(alkhaer).

             Lebih dari itu pernyataan para saksi ini tidak ditunjang kesaksian yang menunjukan pembagian uang secara massif kepada pihak lain( kepada orang lain), para saksi yang memberikan kesaksian politik uang semuanya mengaku tidak tahu, selain dirinya siapa lagi yang mendapat aliran uang. Artinya, walaupun memang benar terbukti adanya pemberian uang, kepada saksi tersebut, selama itu tidak mempengaruhi perolehan hasil secara signifikan suara, tidak bisa dijadikan dasar yang kuat untuk membatalkan perolehan hasil suara, hal ini bisa anda temukan dalam beberapa putusan MK yang tidak menerima gugatan pemohon karena tidak signifikan mempengaruhi perolehan hasil suara pasangan calon yang selisihnya mencapai angka 17.339 suara.

Perihal pelanggaran tersruktur yang diajukan oleh TIM SUFI juga tidak memberikan gambaran yang jelas, kenapa demikian? karena selama jalannya proses persidangan TIM SUFI memang terlihat mengarahkan indikasi bahwa telah terjadi keterlibatan penyelenggara pemilu (Anggota KPPS, PPS, PPK) yang secara sengaja tidak memberikan form C1 KWK dan tidak transparan. Tuduhan yang diajukan menurut kami tentunya sangat jauh dari fakta yang ada. Indikasi terstrukur yang dituduhkan oleh TIM SUFI tidak mampu membuktikan adanya conflict of interest para penyelenggara pemilu. Artinya, TIM SUFI tidak mampu menunjukan bahwa dengan tidak diberikan C1 KWK, telah terjadi perubahan suara yang signifikan.     

            Seharusnya selama proses persidangan TIM SUFI mampu menunjukan kepada hakim, dengan tidak diberikan C1 KWK, TIM SUFI telah dirugikan karena terjadi perubahan suara yang signifikan berdasarkan hasil rekap TIM SUFI yang dilakukan ataupun hasil rekap pihak terkait yang juga ikut sebagai peserta pemilukada (MAFAN dan WALY).  Bagaimana kemudian hakim akan memberikan pertimbangan, terhadap tuduhan tanpa adanya barang bukti pembanding hasil rekapitulasi suara yang dilakukan dengan hasil rekapitulasi KPUD, sehingga diperoleh gambaran telah terjadi perubahan perolehan suara secara signifikan yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu. 


Sangat berbeda halnya jika kita bandingkan dengan kasus di Kotawaringin Barat, pelanggaran terstruktur dibuktikan dengan adanya keterlibatan Penyelenggara Pemilukada di seluruh kecamatan, yang dibuktikan dengan pembuktian bahwa mereka terbukti menerima aliran dana dan masuk dalam daftar tim sukses pasangan calon.

            Terakhir, terkait Pelanggaran Masif yang ada seperti yang dijelaskan sebelumnya TIM SUFI nyata-nyata telah gagal membuktikan pelanggaran secara massif. Pelanggaran yang digambarkan oleh saksi TIM SUFI secara keseluruhan adalah pelanggaran yang bersifat PARSIAL (personal), tidak secara menyeluruh di Seluruh Kecamatan, terlebih lagi dari seluruh pelanggaran yang dilaporkan pada persidangan sebagian besar tidak dilaporkan kepada Panwaslap ataupun Panwaslu kabupaten, hal ini menunjukan bahwa bukti yang diajukan TIM SUFI terkesan sangat dipaksakan dan seolah-olah mencari-cari kesalahan. Pelanggaran massif yang dibuktikan pada dasarnya harus memberikan gambaran yang akurat dan mendukung bahwasanya dengan terjadinya pelanggaran tersebut dapat mempengaruhi perubahan suara yang signifikan pasangan calon.

Dari uraian diatas dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai putusan MK yang akan diputus pada hari Kamis, 13 Juni 2013. Peluang TIM SUFI untuk bisa “menang” dalam gugatannya sangat kecil. Terlepas dari hal itu, marilah bersama kita menyiapkan diri untuk bisa menghormati putusan MK yang akan dikeluarkan, apapun itu hasilnya haruslah dijadikan sebagai momentum kita bersama bersatu kembali, marilah kita hentikan segala macam perdebatan dan perbedaan kita, karena esensi dari demokrasi bukanlah siapa menang dan kalah. Siapapun yang menang kita harus dukung, karena ini bukan kemenangan segelintir orang tapi ini kemenangan seluruh rakyat Lombok Timur.


LAPORAN SIDANG TERAKHIR MK PERIHAL SENGKETA PILKADA LOMBOK TIMUR


Oleh : Arif Rahman Maladi, S.H., LL.M
Ketua Tim Detasemen Khusus ALKHAER


Alhamdulillah hasil sidang terakhir pemeriksaan perkara dan pembuktian terkahir Sengketa pemilukada kabupaten Lombok Timur telah berakhir, dari sisa 8 orang saksi yang diperiksa tdi, dapat dilaporkan beberapa hal berikut:1. Saksi SUFI bernama Sapawi dari desa gubuk daya sembelia mengaku dari 63 TPS, hanya 

3 yang mendapat C1 KWK, Tapi dia tetap menandatangani hasil Pleno Desa."serius pak??? jangan2 nanti kayak yang di rarang, karena kalah tidak serahkan C1nya..ehhhehe"2. Saksi SUFI bernama Ihsan di Karang Baru,Desa Masbagik Utara mengaku tidak diundang dalam pleno PPS, tapi tetap aja datang, wktu datang ternyata sudah selesai penghitungan, dan dia juga menandatangani form hasil rekap pleno,..." masa ga diundang pak, yang bener aje,...jangan2 kesiangan bangunnya ya pak"

3. Saksi SUFI bernama Haerul Ihsan yg juga Kepala Desa Masbagik utara baru, sebelum bersaksi sempat kampanye, waktu ditanya sama hakim soal ADD dan istrinya berapa, Dana ADD desanya naik setelah pak sukiman naik yg awalnya 67 jadi 100 pak hakim." woi bangun, masih aje nih si kades kampanye"Pak Kades bilang dia tidak menyaksikan langsung adanya pembukaan kotak suara, tapi "KATANYA" dia dilaporkan oleh ketua KPPS ttg pembukaan surat suara jam 1 malam. " oh, pak kades tidak melihat toh, cuma Katanya dilaporkan"Pak kades juga bilang, selama ini perekrutan KPPS tidak transparan oleh KPUD, desa tidak pernah dilibatkan. " hmmm, pasti banyak orang2 pak kades ga dapat bagian ya"....hehehe

4.Saksi SUFI Bernama Ridwan dari masbagik utara mengaku dikasi uang sama pak H. Tanwir sebesar 250 ribu untuk dibagikan sekeluarga (jumlah anggota keluarganya 5 orang), dikasi tgl 10 Mei, dan katanya pak ustad Tanwir : Senin INGAT no.1 ya. Seperti sebelumnya, hakim juga bilang," anda kan disuruh INGAT bukan disuruh coblos pak". pak hakim juga nanya, selain anda siapa yang dikasi? Pak Ridwan jawab tidak tahu, waktu dia dikasi dia cuma sendiri waktu itu."Yang lucu pak ridwan ni diawal, tdk paham kalau money politik itu artinya politik uang, dia sempat bingung....hahaha"

5. Saksi SUFI bernama Rusmann dari Rensing, mengaku merupakan tim relawan SUFI Centre,tpi 1 hari sebelum pemilihan dia diminta jadi tim Alkhaer, yang kemudian dia diberikan uang oleh Tim alkhaer untuk mengkondisikan teman2 sebelum pemilihan yakni pada tanggal 12 Mei (h-1) . dia mengaku dikasi uang 400 ribu, untuk beli rokok, mie dan Tuak. Karena uangnya kurang, dia nombokin uang tersebut kurang lebih totalnya jadi 1.200.000. terus sebagian dari uang itu ia pke beli tuak di mataram, menurut pengakuannya kepada hakim sisa uang kekurangannya belum diganti."Hmmm jadi ceritanya nih nagih utang ya pak? hahaha....." kalau bener ngapain2 jauh ke Jakarta pak....

6. Saksi SUFI bernama Darmo dari Labuhan mengaku sebagai Tim pemantau pemilu yang terakreditasi, dalam kesaksiannya dia malah curhat kalau surat akreditasinya baru dikeluarkan KPU H-3 Pilkada, selain itu pak pemantau ini bilang ke pak hakim, kalau banyak saksi SUFI tidak dikasi di C1 KWK, "ini saksi pemantau pemilu, atau saksi pemantau SUFI sih???" hahahhaa...

7. Saksi SUFI M. Saleh di Pringgabaya mengaku kalau waktu pleno di Desanya, yang ada dalam kotak tersegel hanya ada Plano besar Hasil rekap KPPS, C1 KWK tidak ada..8. Saksi SUFI M. Fajri mengaku sebagai kordinator SUFI di kecamatan Aikmel bersaksi kalau dari 169 TPS, saksi yang mendapat C1 KWK hanya 7 orang saksi....setelah dicek dan ditanya ke tiap saksinya, banyak yang bilang " KATANYA" KPPS kalau mw ambil C1nya ambil di kantor Desa, atau fotocopy sendiri.

hmmm,,,,dari seluruh jalannya persidangan, bisa kami simpulkan SUFI GAGAL MEMBUKTIKAN LETAK PELANGGARAN TSM (TERSTRUKTUR, SISTEMATIS DAN MASIF), jika kita buka kembali semua risalah sidang dari awal hingga akhir, tidak ada kita temukan kesaksian yang dapat membuktikan terjadinya pelanggaran2 tersebut.Ulasan mengenai tanggapan akan hal ini, akan lebih lengkap akan kami berikan dalam tanggapan kami selanjutnya.
SUKSES BUAT KITA SEMUA....SALAM ALKHAEEERRR....

Informasi untuk Pembacaan Putusan MK,  hakim tadi tidak menyebutkan tanggal berapa akan diputus, namun berdasarkan ketentuan Pasal 13 PMK No.15 tahun 2008 adalah 14 hari kerja, artinya kemungkinan paling lambat putusan akan dibacakan pada Hari Kamis tanggal 13 Juni 2013 (14 hari kerja setelah perkara teregristrasi)....

Rabu, 05 Juni 2013

HASIL SIDANG (III) MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG SENGKETA PEMILUKADA LOMBOK TIMUR

Catatan Khusus tim Detasemen Khusus alkhaer prihal persidangan Mahkamah Konstitusi, Tanggal 6 Mei 2013 dengan agenda Pembuktian (III)

oleh 
Arif Rahman Maladi, S.H., LL.M

Alhamdulillah sidang ke tiga hari ini telah selesai dengan agenda mendengarkan kesaksian dari pihak termohon dan pemohon, dan alhamdulillah hasilnya sangat memuaskan buat kita semua, dengan ini kami laporkan sebagai berikut beberapa poin penting dalam persidangan kali ini :

1. Dari bukti yang diajukan si HULAIN,50 persennya bukti yang diajukan dalam gugatan tidak disertai BUKTI FISIK!!!, si Hakim lalu nanya, mana bukti fisiknya kok ga da, hanya sekedar bukti2 yang anda tuliskan dalam gugatan, tapi bukti fisiknya ga da, si HULAIN jawab : iya pak hakim, ni sedang dalam perjalanan dari Lombok 
Komentar:
Tu bukti dibawa naik cidomo ya pak HULAIN????? hhahahahaha....sudah hampir 2 minggu ga nyampai2....

2. Saksi anggota PPS, yang dituduh tidak memberikan c1 membantah keras dan menunjukan seluruh bukti berupa tanda terima penerimaan dokumen Pleno di PPS, dan setelah dikonfrontir oleh hakim kepada saksi Herman Rosidi yang menuduh tidak menerima, akhirnya mengakui tanda tangannya dalam semua dokumen bukti yang dibuktikan oleh saksi dari anggota PPS, Hakim sempat marah, dan berdoa siapa saja yang berbohong akan segera ditindak karena memberikan keterangan palsu dibawah sumpah

Komentar : "Ditindak langsung aja pak hakim, biar hukumannya dunia akhirat"

3. Saksi SUFI didesa Jenggik, bersaksi bahwa proses telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ada, dan tidak benar kalau tidak dberikan C1, karena saksi sudah diinstruksikan langsung, selesai penghitungan suara dokumen C1 harus diserahkan kepada pak kordesnya...
"hmmmm, jangan2 pak kordesnya buang tu C1 karena kalah"hehehee 


4. Saksi Anggota PPK masbagik bersaksi bahwa semua prosedur sudah dijalankan sesuai ketentuan, tapi dalam pleno hanya saksi no.3 aja yang tidak mau tanda tangan pak hakim, saksi no.1,2, dan 4 semua tanda tangan. hasil rekapnya juga Semua dikasi pak hakim, cuma no.3 aja yang ga mau ngambil, malah minta C1,.kok di PPS minta C1 seharusnya mintanya di KPPS, dan selama proses tidak ada form keberatan yang diisi, semua lancar2 aja....
selain itu PPK mengatakan saksi sufi bu Zohriatun malah interupsi minta kepada pak hakim,PPK menghitung ulang di semua PPS di kecamatan, padahal kita udah kerja 3 hari 3 malam, selain itu saksi SUFI sebel karena diberikan senyum permintaannya tidak dikabulkan.

pak hakim juga bertanya, apakah hasil PPK berubah setelah dibawa ke kabupaten bu? eh si ibu zohriatun tidak tahu hasil PPKnya berapa, hakim nanya lagi, emang ibu ga nyatet hasilnya walaupun tidak punya hasil pleno PPK? si ibu malah bilang tidak tahu, 

Komentar : " hadeeh tu saksi siap apa ga si....hmmm, dan wajarlah pak kan udah kalah, malu kali lihat hasilnya, apalagi mau dicatet."

5. Saksi PPK di sembelia, waktu pleno semua hadir pak hakim, tidak ada yang tidak, tapi masa kita disuruh menghitung ulang surat suara di Desa dara kunci, semua data yang dimiliki saksi, panwas, PPS semuanya sama pak, cuma no.3 aja yang beda hasilnya, kami menawarkan membuka kotak untuk melihat hasil pleno desa Dara kunci, eh meraka tidak mau, mereka tetap mau minta hitung ulang surat suara. Karena itu kami tidak kabulkan permintaannya pak. Semua barang bukti kemudian lengkap diserahkan kepada pak hakim. 

" masa sih yang lain sama, kok cuma no.3 aja yang beda....ni nih namanya ANEEEH BIN AJAAAIIIIIBBBBBB"




6. Saksi SUFI di Belanting mengaku tidak diberikan form C1 di TPSnya, 

Komentar :
"hmmm, masa datang jauh2 ngelapor cuma 1 pak ke MK", abis2in uangnya Mamiq CUPI aja...."

7. Saksi SUFI sebagai kordes di Desa Keluncing Terara, dari 10 TPS hanya punya Form C1 di TPS tempatnya SUFI menang, di 9 TPS yang lain katanya saksi tidak dapat, setelah ditanya di 9 TPS tu SUFI kalaaaaah......

Komentar : Hahahahha, malu kali mau laporan sama pak kordes",,,

8.Saksi SUFI yang diberikan uang 20 ribu diterara bilang kalau dikasi uang sama temennya, terus pak hakim nanya : abis dikasi uang kamu disuruh pilih no.1 gtu? si saksi bilang : waktu dikasi uang dia cuma pesen, besok senin INGAT no.1 ya....pak hakim jadi bingung, kan kamu cuma disuruh ingat bukan disuruh coblos, bisa aja kan pas di TPS tetap ingat, tapi kamu coblos yang lain??? Saksi tetep bilang, tapi saya tetap coblos no.1 pak hakim....terus ada yang lain dikasi uang seperti anda? si saksi bilang, nah tidak tahu pak hakim...udah lapor ke Panwas??? saksi bilang ndak pak hakim, saya lapornya sama ketua remaja "wkwkwkwkwkwkkk.......lucu deeeh masnya"....

# yang namanya pelanggaran money politic masiive tu menyeluruh mas diseluruh kecamatan dengan jumlah yang besar dan merata, kalau cuma 1 yang dikasi kayak anda, dimana letak pelanggaran TSMnya (terstruktur, sistematis dan masive), hadeeeh kok saksi amaq CUPI ndak ada berkualitas yah...

Itulah beberapa poin pentingnya, sidang terakhir hari senin 10 Juni 2013, tinggal memeriksa saksi SUFI yg tinggal beberapa ekor, ya skitar 5 ekor, dan seluruh bukti dan saksi hakim menyatakan sudah cukup, tnggal agenda besok selain pemeriksaan, adalah mendengarkan kesimpulan. 


INSYALLAH, HAQQUL YAQIN GUGATAN DITOLAK, Jika melihat dari sidang2 ini....

HIDUP ALKHAEEEEER....!!! Saksi2 SUFI BERTOBATLAH SEGERA!!!

Laporan ini telah disampaikan kepada masyarakat pukul 17.30 WITA melalui forum resmi alkhaer di Facebook : 
GERAKAN MASY.LOTIM DUKUNG ALI BD MEMIMPIN LOTIM KEMBALI 2013-2018


Minggu, 02 Juni 2013

DETASEMEN KHUSUS ALKHAER : “GUGATAN SUFI TIDAK SUBSTANTIF” (Sebuah catatan)





Oleh : Arif Rahman Maladi, S.H., LL.M
Ketua Tim Detasemen Khusus Alkhaer

Menanggapi Gugatan yang dilayangkan timses SUFI ke Mahkamah Konstitusi menurut pandangan kami selaku peserta pemilukada merupakan suatu hal yang kabur dan tidak Substantif. Kami tentunya merasa terkejut, dengan Gugatan adanya indikasi penggelembungan suara yang ditemukan oleh Tim SUFI, karena selama ini proses pengawalan terhadap indikasi Pengelembungan Suara sebenarnya telah dilakukan Alkhaer sejak awal. Sebagai contoh untuk mencegah hal tersebut, dalam proses penetapan Daftar Pemilih tetap (DPT), Tim alkhaer lah yang menjadi inisiatornya, Tim Alkhaer melalui Detasemen Khusus dan UGR Centre terus melakukan koreksi terhadap penetapan Daftar Pemilih Tetap yakni sejak dimulainya proses penetapan DPS oleh KPUD. (laporan tgl 25 Maret 2013 dan Tanggal 11 April 2013). Hal ini karena Tim Alkhaer menemukan banyaknya indikasi Daftar Pemilih Bermasalah dengan berbagai modus. Kuatnya dugaan ini, dikarenakan setelah dilakukan uji petik dilapangan banyak nama-nama ganda, fiktif yang ditemukan. Anehnya, selama proses itu Tim SUFI terkesan diam dan tidak mau tahu terhadap perbaikan DPT yang terindikasi ganda, fiktif, dan tidak memenuhi syarat. 

Pada tanggal 20 April 2012, Tim  Alkhaer melalui Detasemen Khususnyalah yang menjadi inisiator penandatanganan Kesepakatan bersama dengan KPUD, Panwaslu dan Seluruh Tim pemenangan untuk membersihkan DPT yang bermasalah (berita Acara kesepakatan tertanggal 20 April 2013). Dalam pelaksanaannya dilapangan Berkat kesiapan KPU dan Panwaslu, akhirnya KPU dan Panwaslu beserta jajarannya hingga pada tingkat Desa berhasil membersihkan DPT yang terindikasi fiktif, ganda dan tidak memenuhi syarat, selain itu KPUD Lotim juga mengakomodir masyarakat yang belum terdaftar di DPT. selama proses itu hanya tim Alkhaer lah yang bergerak aktif mengawal KPU dan Panwaslu dilapangan mengcrosscek data yang ada. 

Jika kita hubungkan dengan gugatan tim SUFI mengenai kasus penggelembungan suara tentunya sangat rancu. Dalam setiap kasus pengelembungan suara biasanya Jumlah suara sah itu melebihi dari DPT yang ada. kalau kita mengambil sample di Masbagik misalnya, jumlah suara sah untuk seluruh pasangan calon bupati 52.488, sedangkan DPTnya 71.000 ribu lebih. Yang menjadi pertanyaan sekarang dimanakah letak pengelembungan suara??? kalau DPT bermasalah tentunya salah jika Tim SUFI menggugat KPUD karena Menurut kami, berita acara kesepakatan bersama KPUD, Panwaslu dengan Seluruh tim pemenangan itu akan menjadi alat bukti yang kuat untuk menjawab pertanyaan tersebut. 

Kasus di salahsatu kabupaten di Kalimantan Tengah tentunya sangat jauh berbeda dengan kasus diLombok Timur, Substansi pelanggaran yang sistematis, terstrukur dan massif bukanlah hal yang sederhana dalam membuktikannya. Terlebih Tim Alkhaer sendiri yang berupaya sejak awal telah mengumpulkan bukti yang jauh lebih kuat yang hingga kini tersimpan rapi terhadap terjadinya pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif selama Pilkada, dan siap menguatkan KPU Jika diminta membeberkan secara jelas. 
Jika dikaitkan dengan materi gugatan tim SUFI yang tidak memiliki data pembanding dalam C1 KWK-KPU juga hal yang tidak jelas, dan Menurut kami, Timses SUFI murni tidak siap menghadapi Pilkada tahun ini, bagaimana tidak, Formulir C1 KWK dipermasalahkan dalam pleno KPU. padahal kewenangan KPU hanya merekapitulasi hasil pleno kecamatan (UU No.15/2011), tidak lagi dibahas masalah C1 KWK, karena keberatan terhadap masalah itu harusnya diselesaikan pada tingkat PPS. 

Setiap saksi pada tingkat TPS tentunya memiliki formulir tersebut karena disediakan oleh KPPS ditiap TPS, karena tidak mgkin tiap PPS merekap hasil suara di TPS tanpa menggunakan formulir C1 KWK_KPU. Selain itu Dalam proses pleno di PPS dilaksanakan terbuka untuk umum, setiap saksi, masyarakat hingga pihak kepolisian pun turut menyaksikan pleno rekapitulasi pada tingkat PPS hingga PPK. Jadi sangatlah tidak mungkin Tim pemenangan tidak mengetahui atau tidak memiliki data pembanding dalam pleno di KPUD, karena setiap saksi peserta pemilu hadir dalam pelaksanaan rekapitulasi dari tingkat desa hingga kecamatan. 

Untuk itu, kami meminta kepada semua pihak untuk menerima hasil Pleno KPUD dengan jiwa kesatria. Pemilukada bukanlah soal siapa kalah dan siapa menang. Mentalitas calon pemimpin dan tim harus siap menang dan siap kalah, bukannya siap menang dan tidak siap kalah. Kami yakin KPUD telah bekerja keras untuk menyelenggarakan pemilukada yang jujur, adil, luas, bebas dan rahasia. Terlebih dukungan aparat kepolisian dan TNI yang telah bekerja keras mengamankan jalannya pemilukada tahun ini. Namun, jika tim advokasi SUFI tetap melanjutkan gugatan, itu merupakan haknya, tetapi alangkah lebih baik mundur sebelum semuanya menjadi boomerang.