“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” - Ir.Soekarno

Selamat Datang di Blog Resmi Arif Rahman Maladi.

Bersama berbagi untuk generasi.

Selasa, 04 Februari 2014

Sembilan Kali Pergantian, Kurikulum 2013 yang Terbaik

Suara NTB, 2 Februari 2014

SEJARAH Pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari fakta pergantian kurikulum. Terhitung sejak era kemerdekaan hingga saat ini, sudah terjadi sembilan kali perubahan kurikulum. Dari semua konsep tersebut, kurikulum 2013 dinilai Yanis Maladi, sebagai kurikulum terbaik. Alasannya, karena kurikulum ini meletakkan paradigma Succsessfull Inteligent (SI) yang tujuannya mengubah parad mengubah paradigm kecerdasaan manusia, dari konsep konvensional yang mendewakan kemampuan akademik kearah pentingnya pada ukuran kecerdasan peserta didek pada penanaman SI.

Hal ini dinyatakan Yanis Maladi kepada Suara NTB, Kamis (30/1). “Kurikulum 2013 ini paling canggih,” ucapnya dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Dalam kurikulum 2013 ini tidak saja menjadikan anak pintar. Tapi lebih ditekankan pembentukan akhlak dan sikap. Isi materi pelajaran yang diajarkan di sekolah mengembangkan pendidikan emosional atau soft skill barulanjutkan pengembangan hard skill (pekerja yang baik).Dalam pendidikaan karakter harus mengunggulkan kecerdasan emosional (EQ) ada pada 80 persen berkontribusinya, baru sisanya 20 persen pada keberhasilan seorang di dunia kerja (hard skill).

Dalam soft skill lebih focus pada rancang banguanan emosionla yang identik dengan esensi penanaman iman, ketakwaan, sikap dan budi pekerti pada siswa. Selain itu, ditanamkan kearifan lokal (local wisdom) yakni budaya yang melekat dan asli ditengah masyarakat (Indigineous People Culture).

Ia menguraikan, kurikulum pertama pendidikan Indonesia digagas sejak tahun 1947 sampai dengan tahun 1950 bangsa kita membuat rencana pelajaran (learn plan) yang disempurnakan menjadi Rencana Pelajaran Terurai (RPT). RPT selanjutnya dikenal dengan kurikulum 1952 yang substansinya yang terakhir ini memang lebih terurai khususnya menyengkut bahan ajar yang sekarang kita kenal dengan silabus pengajaran.

Kurikulum yang lahir dua tahun pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ini memakai istilah bahasa Belanda leerpian artinya rencana pelajaran. Istilah itu lebih populer dibanding istilah curriculum dalam istilah bahasa Inggriskarena masih dalam suasana perjuangan. Pada masa ini, pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran di hubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

Kurikulum RPT ini hampir tiga belas tahun diberlakukan. Selanjutnya di tahun 1964 dikembangkan rencana pendidikan yang ditekankan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan pendidikan moral. Salah satu latarbelakang dikembangkannya rencana pendidikan ini adalah munculnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan yang bukan sekedar pengajaran. Pengajaran dianggap belum mengakomodasi “otak kanan” seperti penanaman sikap dan moral. Rencana pendidikan ini akhirnya menjadi kurikulum yang dikenal dengan kurikulum 1964.
Menurut Yanis Maladi, kurikulum 1964 inilah yang mirip dengan kurikulum 2013. Pasalnya, sama-sama meletakkan pada daya cita rasa, karsa dan karya serta pendidikan moral. Pada saat ini, dikenal dengan penanaman pengajaran emosional yang bersumberkan pada esensi nilai dasar agama dan bersumber kepada values and attitudes yang identik dengan budaya/kearifan lokal.

Perubahan selanjutnya dilakukan tahun 1968. Dilakukan perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Disebut Yanis Maladi, kurikulum 1968 itu kurikulumnya orde baru dan menjadi awal kocar-kacirnya pendidikan di Indonesia. Sangat kental dengan nuansa politis. Pasalnya, ada penilaian terhadap kurikulum yang diterapkan pada orde lama sebagai kurikulum komunis. “Padahal kan tidak boleh ada penilaian semacam itu, sebaiknya berfikir positive thinking. Sudah lumrah adanya jika terjadi pergeseran paradigma penyusunan kurikulum mengingat masyarakat yang terus bergerak mengikuti dinamika masyarakatnya.

Berikut, kurikulum 1975. Kurikulum ini menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Kurikulum ini dilatar belakangi adanya pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada Kurikulum 1975 guru dibuat sibuk dengan berbagai catatan kegiatan belajar mengajar.

Kurikulum 1984, yakni kurikulum yang mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif ) atau Student Acting Learning. Pada masa ini banyak yang diberangkatkan ke Inggris untuk belajar CBSA. Dihajatkan dalam kegiatan belajar mengajar, diterapkan Pembelajaran aktif dan menyenangkan (Pakem).

Perubahan selanjutnya Kurikulum 1994, yakni hasil upaya memadukan kurikulum kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Hanya saja, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.

Tahun 2004 dirubah lagi menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dimana, setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi yang harus dicapai siswa. Kurikulum ini cenderung Sentralisme Pendidikan, Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan. Kurikulum yang tidak disahkan oleh keputusan/Peraturan Mentri Pendidikan ini mengalami banyak perubahan dibandingkan Kurikulum sebelumnya baik dari orientasi, teori-teori pembelajaran pendukungnya bahkan jumlah jam pelajaran dan durasi tiap jam pelajarannya.

Tahun 2006, alasan dilakukan penyempurnaan lagi sehingga tercipta– Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol pada Kurikulum ini adalah lebih konstruktif sehingga guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.