“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” - Ir.Soekarno

Senin, 04 April 2011

PERSELINGKUHAN POLITIK ZAINUL MAJDI

Oleh : Arif Rahman Maladi

Naiknya Gubernur NTB Zainul Majdi yang terpilih secara aklamasi menjadi Ketua DPD Demokrat Propinsi Nusa Tenggara Barat pada Musda Minggu lalu adalah pencederaan dalam demokrasi. Hal ini juga merupakan tamparan keras khususnya bagi para pendukung dan simpatisan yang mengusung Zainul maju sebagai calon Gubernur sebagai seorang kader PBB . Demokrat pada saat itu adalah partai pesaing yang mengusung calon Gubernur sendiri dengan mengajukan Nanang Samodra (mantan sekda NTB) sebagai calon Gubernur NTB. Hal ini tentunya menjadi pertanyaan banyak pihak mengapa Zainul Majdi bisa banting setir ke Partai Demokrat yang jelas-jelas tidak mendukungnya sejak awal. Kesamaan visi adalah jawaban yang dikatakan Zainul merupakan sebuah jawaban klasik untuk menjawab persoalan ini.

Kekecewaan para kader demokrat yang tidak bisa terbedung diluapkan pada saat Musda harus dinilai sebagai sebuah konsekuensi logis naiknya Majdi. Mereka merasa dilecehkan dan disingkirkan oleh kepentingan politis. Secara kasarnya, Kader Demokrat dinilai tidak ada yang kompeten, sehingga kader demokrat seakan tidak memiliki tempat di partainya. Hal ini dibuktikan dengan pembakaran “almamater” demokrat pada saat Musda. Wajar halnya para kader kecewa, karena selama ini para kader demokrat mungkin merasa bersusah payah membesarkan partai, namun tiba-tiba dipimpin seseorang asing yang mereka tidak kenal.

Sebelumnya, pencalonan Majdi ditolak mentah-mentah oleh pengurus dan kader partai demokrat NTB, karena bertentangan dengan Anggaran Dasar Partai khususnya Anggaran Dasar No.11, sehingga secara mutlak Majdi tidak mungkin bisa maju menjadi ketua DPD Demokrat karena bukan berasal dari kader. Tetapi begitulah politik, segala hal bisa terjadi dalam hitungan detik, tanpa harus melihat aturan prosedural, dan hal seperti ini merupakan pembelajaran politik yang tidak baik dan tidak sehat bagi masyarakat. Partai politik seharusnya menjalankan fungsinya sebagai sarana dalam memberikan pendidikan politik dan berdemokrasi yang baik bagi rakyat bukannya memberikan pembelajaran menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politiknya.

Zainul Majdi mengungkapkan latar belakangnya ia bergabung dengan demokrat dikarenakan kesamaan visi demokrat yakni Nasional-Religius adalah sebuah statemen yang klasik. Tanpa disadari saat ini, Zainul telah kehilangan popularitasnya dikalangan pendukungnya. Inkonsistensi Zainul Majdi dapat mempengaruhi popularitasnya di mata masyarakat NTB khususnya. Orang sekaliber Zainul Majdi, seharusnya tidak melakukan “perselingkuhan” politik. Kalaupun beliau ingin tetap bertahan untuk maju kembali di 2013, beliau seharusnya menunjukan kinerja yang baik. Beliau tidak perlu khawatir, rakyat sudah tidak bodoh lagi memilih pemimpinnya, kalau memang pemimpin yang dinilai kompeten maka pemimpin itulah yang menang. Kemenangan Demokrat pada pemilu 2009, tidak akan terlalu mempengaruhi suara rakyat, lihat saja pemilihan wali kota Mataram, dimana demokrat dipukul telak padahal pada pemilukada Gubernur suara Kader Demokrat keluar sebagai pemenang atau kemenangan calon independen pada pemilukada NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) bisa dijadikan pembelajaran.

Sebagian elit politik mungkin menilai ini adalah stategi Demokrat untuk 2014 untuk melanggengkan kekuasaannya. Dengan menggunakan strategi membajak kepala daerah menjadi ketua partai agar elektabilitas partai bisa tetap terjaga di 2014 apalagi ditengah mulai merosotnya citra demokrat beberapa waktu ini. Aji mumpung lah,…. Yah semoga warga NTB, nantinya bisa belajar dari hal ini. Karena realita di Indonesia saat ini, para pemimpinnya berlomba-lomba menjadi ketua partai, sehingga terkadang kepentingan Partai diatas kepentingan rakyat. Allahuallam….

4 komentar:

  1. wess...baru bikin blog ato dah lama pak? tak jadiin blogroll saya yo...antum juga taro link blog saya jadi blogrollnya yak...hehehe

    BalasHapus
  2. udah lama dek....side aja baru lihat....hehehe

    BalasHapus
  3. Toop, namun alangkah bagusnya lagi pilihan kata-kata yg digunakan lebih halus, hingga pembaca pun menjadi nyaman. tulisan mas Arif terkesan subyektif..

    BalasHapus
  4. beliau perlukan dukungan partai yang global jika mahu menjabat Jawatan PRESIDEN RI, dengan itu adalah bergabung dengan Partai Besar.

    BalasHapus